Pages

Selasa, 29 Maret 2011

Posted by shahroel 06.16, under | No comments

Jakarta (ANTARA) - Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengatakan, Indonesia siap mengirimkan pasukan untuk mengemban misi perdamaian ke Libya.

"Kalau itu diperlukan, kita siap untuk mengirim `peace keeping mission," kata Purnomo di komplek Istana Kepresidenan, setelah mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan sikap resmi
Indonesia tentang konflik di Libya, Selasa.


Purnomo menegaskan, Indonesia selalu siap jika dilibatkan dalam misi perdamaian. Menurut dia, Indonesia adalah negara di Asia Tenggara yang paling banyak mengirimkan pasukan untuk misi perdamaian.

"Karena itu salah satu yang kita dasari di dalam pembukaan UUD 45 kan. Bahwa kita ikut serta dalam menciptakan perdamaian dunia," ujarnya.

Namun demikian, dia mengemukakan, Indonesia hanya akan mengirimkan misi perdamaian di Libya jika sudah ada komitmen antarpihak yang bertikai untuk mencapai perdamaian.

Komitmen perdamaian itu bisa berupa gencatan senjata dan perundingan. Dengan begitu, pasukan Indonesia akan berperan sebagai pasukan penjaga perdamaian.

"Jadi kita ke sana itu bukan bagian dari koalisi," ucapnya, menegaskan.

Purnomo belum bisa memastikan jumlah pasukan yang akan dikirimkan ke Libya. Penentuan jumlah pasukan biasanya disesuaikan dengan luas konflik di kawasan tersebut.

Pemerintah Indonesia telah menyerukan semua pihak yang terlibat dalam konflik di Libya, termasuk pasukan multinasional, untuk menggunakan cara damai dalam penyelesaian masalah di negara itu, sehingga mencegah bertambahnya korban jiwa.

"Indonesia berharap tetap PBB ambil peran dan inisiatif, kemudian melibatkan organisasi kawasan dalam hal ini Uni Afrika dan Liga Arab dan melibatkan negara dimana konflik terjadi. Semua harus diajak serta untuk mencari penyelesaian secara politik," kata Presiden Yudhoyono saat menyampaikan sikap resmi.

Kepala Negara menegaskan, dalam resolusi DK PBB Nomor 1973 tentang penyelesaian masalah di Libya, selama ini hanya dua elemen yang dikedepankan yaitu pelaksanaan zona larangan terbang dan klausul penggunaan berbagai upaya untuk mencegah jatuhnya korban sipil.

"Yang kurang diangkat dan tidak banyak diketahui adalah perlunya segera dilakukan genjatan senjata, itu amanah resolusi 1973, elemen yang penting. Yang kedua adalah segera dicari solusi politik, `settlement` damai agar akhirnya konflik bisa diakhiri. Itu yang menjadi perhatian Indonesia," kata Presiden.

0 komentar:

Posting Komentar